CONTOH KHUTBAH JUM'AT
JIHAD DALAM MEMBANGUN PERSAUDARAAN
RAFI AMPUTRA
السلا م عليكم ورحمة الله وبرمكاته
الحمد لله الذى امرنا بالجهاد فى سبيل الله و ترك الهوى .
اشهد ان لا إله إلا الله رب العرش استوى و اشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله
المصطفى فصلواة الله وسلامه عليه {اما بعد} فيا عبادالله إتقوا الله حيث
ما كنتم. واتقوا الله لعلكم تفلحون.قال الله تعالى : إن الله وملائكته
يصلّون على النبى يا أيها الذين أ منوأ صلّوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل
على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه اجمعين.
HADIRIN JAMA’AH SIDANG JUM’AT YANG DIRAHMATI ALLAH SWT
Masih ada dalam ingatan kita, tragedi 11 September 2001 di
mana pusat ekonomi dunia yang terbangun di menara kembar World Trade
Center New York Amerika Serikat, hancur lebur di hantam oleh dua pesawat
komersil yang dibajak oleh sekelompok orang yang kemudian dikenal
sebagai musuh dunia, yakni al-Qaeda.
Terdapat dua dampak pasca tragedi tersebut. Pertama, dunia
mulai melihat keadaan Islam di negara-negara jajahan Eropa yang terus
tertindas, dirampas sumber daya alamnya, hingga saat ini, hendaknya
perlu dilakukan pendekatan ulang tanpa tindakan militer. Namun hasilnya,
mereka hingga saat ini tetap tertindas.
Yang kedua, dunia saat ini melihat gelagat buruk dari
penyebaran Islam yang begitu pesat di Eropa, sehingga inilah saatnya
untuk mempropaganda dan mengadu domba umat Islam dengan menggolongkan
umat Islam kepada dua kelompok, yakni Islam Radikal sebagai basic
terorisme dunia, dan Islam Moderat sebagai sahabat mereka.
Hadirin, kedua dampak ini menyebar ke seluruh daerah di
tanah Indonesia. Bahkan tidak begitu lama dari kasus WTC, Bali sebagai
pusat wisata Indonesia, dibom oleh mereka yang mengaku sebagai para mujahid
Islam. Lalu apakah Islam telah mengajarkan tentang jihad sebagai sebuah
penindasan dan teror? ataukah sesungguhnya Jihad dapat menjadi sarana
untuk membangun persaudaran? Sebagai bahan awal untuk menjawab
permasalahan ini, Allah swt di dalam surat at-Taubah ayat 41 telah
menjelaskan :
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالاً وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ
وَ أَ نْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ {41}
Artinya : “Berangkatlah baik dalam keadaan ringan
ataupun berat, dan berjihadlah dengan harta kamu dan diri kamu dijalan
Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kamu jika kamu
mengetahui.”
HADIRIN MA’ASYIRAL MUSLIMIN RAKHIMAKUMULLAH..
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dalam karyanya Tafsir
al-Mishbah menjelaskan bahwa pada hakikatnya perintah untuk berperang
sebagai salah satu makna jihad di dalam ayat tersebut, tidaklah
dibutuhkan oleh Allah dan tidak juga oleh Rasul-Nya Muhammad saw, karena
sesungguhnya Allah telah membela dan mendukung umat Islam ketika ia
sendiri ataupun berdua. Namun, jika kita mengetahui betapa banyak sisi
kebajikan yang disiapkan oleh Allah bagi mereka yang berjihad dan taat
kepada Allah, tentulah umat Islam akan melaksanakan perintah tersebut.
Hal ini jika ditinjau dari bebagai aspek duniawi dan ukhrawi sebagaimana
difahami dari bentuk nakirah atau indifinitif kata ( خير ) di dalam ayat tersebut.
Hadirin, dampak positif yang membawa kebaikan dan kebajikan
melalui jihad sesungguhnya selaras dengan dakwah dan jihad para ulama
penyebar Islam di tanah nusantara ini. Abdurrahman Mas’ud menjelaskan,
bahwa Islam Indonesia memiliki dua model yang saling mengikat, yakni
model universal dan dan model domestik. Model universal adalah model
yang menyatukan dunia Islam dibawah kepemimpinan dan uswatun hasanah
Muhammad Rasulullah saw, sementara model domestik yang menjadikan Muslim
Indonesia unik adalah mereka yang bermakmum dari model-model Walisongo.
Mereka adalah wali sembilan yang namanya demikian populer telah
berhasil merubah Nusantara Hindu-Budha ke dalam agama Islam dengan penuh
kedamain di abad 15-16. Dengan demikian ungkapan yang menyatakan bahwa
ajaran Islam pada abad ke-18 dan ke-19 berada dibawah bayang-bayang
Walisongo tidaklah berlebih-lebihan. Bahkan selama hampir lima abad
setelah periode Walisongo, pengaruh mereka tetap terlihat dan terasa
jelas hingga kini.
Lalu muncul sebuah pertanyaan, apakah model Islam yang menggerakkan jihad sebagai sarana irhab
ataupun teror merupakan model jihad di Indonesia? Tentulah tidak. Islam
Indonesia di bangun dengan model toleransi terhadap produk-produk lokal
budaya yang ada. Islam Indonesia tidak memberantas tempat-tempat Ibadah
yang berbeda dengan Islam. Bahkan begitu banyak masjid-masjid di
Indonesia yang dibangun dengan model budaya mereka dan jauh dari model
tanah Arab.
Namun saat ini yang terjadi adalah, begitu banyak para
pendakwah baru yang seringkali membajak Islam demi hawa nafsunya untuk
menguasai seseorang ataupun sekelompok orang. Pantas jika Rasulullah saw
dulu pernah menasehati para sahabat melalui sabdanya:
رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر . قالوا : وما الجهاد الأكبر ؟ قال : مُجاهدة العبد هَواه {رواه البيهقي}
Artinya : “Kita telah kembali dari jihad kecil menuju
jihad yang besar. Para sahabat bertanya ; apakah itu jihad yang besar ?
Rasul menjawab ; seorang hamba berjihad melawan hawa nafsunya.” [HR. al-Baihaqi]
HADIRIN MA’ASYIRAL MUSLIMIN RAKHIMAKUMULLAH..
Inilah yang terjadi saat ini, jihad tidak lagi memberikan
dampak positif kepada semua orang berupa kemaslahatan dan kebaikan
kepada setiap orang, melainkan karena nafsu al-hawa’ yang
dikedepankan. Padahal Rasulullah Muhammad saw diutus kemuka bumi ini
adalah sebagai pembawa Rahmat Allah kepada seluruh makhluk di muka bumi
ini, ( وما ارسلنك إلا رحمة للعالمين ). Untuk itu, marilah kita jadikan
Jihad di Indonesia ini jihad yang dapat menciptakan persaudaraan,
sebagaimana yang dilakukan oleh para pendahulu kita, penyebar Islam di
tanah Nusantara. Bukan seperti yang dilakukan oleh para pembajak Islam,
yang membesarkan nama Islam melalui tindakan teror terhadap orang-orang
yang berbeda dengan mereka.
Lalu, bagaimanakah cara kita untuk membangun persaudaraan
antar sesama umat Islam, dalam memaknai perbedaan terhadap teks-teks
Jihad? untuk itu, marilah kita simak bersama firman Allah swt di dalam
al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 10 :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَ يْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ{10}
Artinya: ““Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah
(bagaikan) bersaudara karena itu damaikanlah antar kedua saudara kamu
dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
JAMA’AH SIDANG JUM’AT RAHIMAKUMULLAH
Mengenai ayat ini, Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa penggunaan kata (إِنَّمَا) innama dalam konteks penjelasan tentang persaudaraan antara sesama mukmin
ini, mengisyaratkan bahwa sebenarnya semua pihak telah mengetahui
secara pasti bahwa kaum beriman bersaudara, sehingga semestinya tidak
terjadi dari pihak mana pun hal-hal yang mengganggu persaudaraan itu.
Adapun kata (إِخْوَةٌ) ikhwah mengisyaratkan
bahwa persaudaraan yang terjalin antara sesama muslim, adalah
persaudaraan yang dasarnya berganda. Sekali atas dasar persamaan iman,
dan kali kedua adalah persauadaraan seketurunan, walaupun yang kedua ini
bukan dalam pengertian hakiki. Dengan demikian tidak ada lagi alasan
untuk kita memutuskan hubungan persaudaraan antar sesama muslim.
Lebih-lebih jikalau antar individu masih direkat oleh persaudaraan
sebangsa, secita-cita, sebahasa, senasib dan sepenanggungan.
Thabathaba’i menulis, hendaknya kita menyadari firman Allah swt yang menyatakan bahwa : “sesungguhnya orang-orang mukmin bersaudara”
merupakan ketetapan syariat berkaitan dengan persudaraan antara
orang-orang mukmin dan yang mengakibatkan dampak keagamaan serta hak-hak
yang ditetapkan oleh agama.
Adapun kata (أَخَوَيْكُمْ) akhawaikum adalah bentuk dual dari kata (أخ) akh.
Penggunaan bentuk dual disini untuk mengisyaratkan bahwa jangankan
banyak orang, dua pun, jika mereka berselisih harus diupayakan ishlah antar mereka, sehingga persaudaraan dan hubungan harmonis mereka terjalin kembali.
Dengan demikian, ayat di atas mengisyaratkan dengan sangat
jelas bahwa persatuan dan kesatuan, serta hubungan harmonis antar
anggota masyarakat kecil atau besar, akan melahirkan limpahan rahmat
bagi mereka semua. Sebaliknya, perpecahan dan keretakan hubungan akan
mengundang lahirnya bencana buat mereka, yang pada puncaknya dapat,
melahirkan pertumpahan darah dan perang saudara.
Akhirnya, melalui khutbah jum’at ini kami menghimbau kepada
seluruh umat Islam, marilah kita bersama-sama terus berjihad di jalan
Allah dengan penuh keramahan, dengan cara menghormati local wisdom
bangsa ini, sehingga jihad dapat menciptakan persaudaraan yang kuat
antar sesama umat Islam dan bahkan menciptakan kedamaian bagi semua
makhluk di muka bumi ini.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ.
وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ
الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ ليْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar